Tuesday, December 26, 2017

Cabut Gigi Bungsu di RS Santosa Bandung

Aku nulis ini waktu baru aja pulang dari Rumah Sakit Santosa Bandung Jl. Kebon Jati buat cabut gigi bungsu. Aku di sana ke dokter drg. Rachmat Babuta, Sp. BM. Sebenernya dokter ini udah jadi kayak langganan keluarga aku setiap ada masalah sama gigi dan harus dicabut. Tapi, biasanya keluarga aku ke sana selalu pakai asuransi swasta CAR. Tapi karena aku udah lulus kuliah dan dianggap udah bukan tanggungan keluarga lagi, aku dikeluarkan dari peserta asuransi 😓 Jadi untuk kali ini aku bayar pakai biaya sendiri.

Awal cerita, gigi aku yang paling belakang tumbuhnya gak normal. Dia tumbuh tapi menghadap ke pipi. Meskipun begitu, dia sebenernya gak mengganggu gigi yang lain jadi dulu waktu konsultasi ke dokter dibilang gak usah dicabut. Bertahun-tahun kemudian, kayaknya karena letaknya yang ngaco ini dia jadi gak kena setiap sikat gigi. Walhasil gigi bungsu tersebut bolong deh dan sakitnya amit-amit sampai migrain.

Karena aku sehari-hari tinggal dan kerja di Solo, aku periksa kan ke dokter di sana. Aku periksa ke dokter di Solo pakai BPJS. Nah, waktu ke dokter spesialis bedah mulut di salah satu rumah sakit di Solo, dokternya menyarankan untuk mencabut dua gigi, atas bawah (sampai sekarang aku masih gak tau kenapa yang dicabut harus dua) dan dibius total + nginep di rumah sakit 2 hari.

Syok dong!

Cabut gigi doang sampe dirawat inap? Tapi tindakannya gak bisa dilakukan saat itu juga. Karena aku pasien BPJS, jadi harus nunggu antri kamar kosong. Sampai saat ini (+/- 2 Bulan) belum dipanggil-panggil 😀 Kebayang kan menderitanya gimana sakit gigi tiap malem dan sampai sering migrain.

Pertengahan Desember, aku bilang ke orang tua aku di Bandung,  kalau aku mau cabut gigi di Bandung aja karena gak kuat kalau harus nunggu rumah sakit di sini gak gak jelas jadwalnya kapan, sekalian libur akhir tahun juga. Resikonya, aku gak bisa pakai BPJS dan harus bayar sendiri.

Setelah cari-cari mulai dari RSGM, RSKGM, klinik bersama, dan rumah sakit serta menimbang segala sesuatunya, akhirnya aku memutuskan untuk ke RS Santosa yang ada di Jl. Kebon Jati. Alasannya? Karena udah biasa ke sana.

Dokternya praktek setiap hari jam 10.00 - 13.00, aku udah daftar dulu sih sebelumnya di hari yang sama via telepon jam 08.00 dan dapat antrian nomor 7.

Jam 10.15 aku sampai dan sekitar 10.30 nama aku dipanggil.

Tegang

Pas udah di dalem ruangan, dokternya bener-bener gak pake basa basi banget!

"Ini dok, gigi bungsu saya tumbuhnya gak bener, terus jadi bolong. Saya udah konsul sih ke dokter bedah mulut di Solo, terus katanya yg dicabut harus dua dan dibius total" aku ngomong gitu sambil ngeliatin hasil rontgen yang sengaja aku bawa dari Solo

Terus dokternya jawab, "ah ngapain dibius total. ini mah dicabut satu aja biasa"

Habis ngomong gitu tiba-tiba dokter dan susternya mulai kordinasi nyebut nyebut nomor gigi dan baru aja aku bertanya dalam hati, "lah ini dicabutnya sekarang?" tiba-tiba susternya udah nyerahin suntikan yang isinya obat bius ke dokternya, di depan muka aku.


Panik dong!

Sampe diomelin berkali-kali karena aku tegang banget dan ngerengek-ngerengek "Tenang aja Nis, santai. Kalau tegang malah tambah sakit. Tenang!" enaknya dokter manggil kita dengan nama, bukan mbak/teh/ibu. Beda aja sih ya penerimaannya. Jadi ngerasa deket padahal mah baru ketemu juga satu kali itu aja 😂

Seperti biasa, aku nangis pas disuntik obat biusnya. Sakit banget sih enggak, cuma tegang aja. Tapi ya sakit sih. Habis itu aku nunggu bentar sampai gusi kerasa tebel banget dan nelen ludah pun kerasa susah karena gusi deket tenggorokan mulai kebal.

"Kalau sakit bilang ya nis"

Langsung lah itu dengan sekuat tenaga dokternya mencabut gigi aku. Serem banget bayanginnya tapi sebenernya gak kerasa apa-apa sih. Bener-bener gak kerasa apa-apa! Beberapa detik kemudian dokternya ngomong, "Ih nis liat nih akarnya sampe gini"


Wah, udah beres???


Pas aku liat gigi hasil dicabut, aku gak ngerti sih definisi 'akarnya sampe gini' tuh maksudnya gimana. Yang jelas gigi aku, yang selama ini menyebabkan migrain udah keluar tuh dari gusi.

Dijait gak?
ENGGAK!

Jadi aku gak perlu balik lagi untuk cabut jaitan.

Habis itu dokternya kasih arahan buat menggigit kasa sampai nerima obat, habis nerima obat langsung diminum obatnya sekalian ganti kasa. Kasanya kemudian digigit lagi selama 1 jam. Habis itu dilihat, darahnya masih banyak apa enggak. Kalau masih banyak, kumur-kumur pelan pakai air dingin terus lanjut gigit kassanya selama 1 jam lagi. Kalau udah gak banyak udah aja.

Habis aku cabut gigi di sini, kebayang sih kalau di Solo aku sampai harus dibius total dan nginep di rumah sakit selama 2 hari. Sedangkan di sini, 15 menit pun jadi.

Buat harga, sebenernya pas aku lihat nota pembayaran, tindakan pencabutan gigi aku ini termasuk non-operatif.

Administrasi rawat jalan Rp.20.000
Konsultasi dokter spesialis Rp.150.000
Tindakan non-operatif dengan komplikasi Rp.350.000
Obat (asmef, eflagen, & cefadroxil) Rp.40.000
Total Rp. 560.000

Murah banget kalau dibandingkan dengan bayangan aku yang dikira bisa sampai 2-3 juta. Analisis sotoy aku sih mungkin karena gigi aku sebenarnya udah tumbuh / keluar sepenuhnya, jadi gak perlu operasi / ngebedah si gusi untuk mengeluarkan gigi itu. Makanya, jadi kategori non-operatif dan jadi murah.

Enaknya ke dokter Rachmat Babuta ini, dokternya super santai dan gak kaku. Masa waktu aku dibius, aku udah ah uh ah uh nangis dokternya dengan enjoy aja bersenandung lagu entah apa. Mungkin itu dilakukan biar nular ke pasiennya juga kali ya jadi pasiennya ikutan enjoy dan gak tegang.

Recommended deh pokoknya ke sini karena antriannya gak panjang, dokternya baik dan gak judes, penanganan cepat dan gak berbelit-belit. Tapi emang kalau untuk kasus lain, biayanya mungkin berbeda dan pihak rumah sakit tidak bisa memberi kisaran harga karena katanya harga bergantung dari tindakan, kesulitan, dan dokter yang menangani.


Monday, December 25, 2017

Pengalaman Tes IELTS di IDP Jogja

Awalnya aku gak yakin, bisa gak ya aku lolos tes IELTS tapi gak perlu les?
Ternyata jawabannya, bisa!

---

Aku tinggal di Solo, dan mencari lembaga Bahasa Inggris yang menawarkan les IELTS jumlahnya sedikit banget. Ada yang full package menawarkan semua materi IELTS (listening, reading, writing, dan speaking) tapi harganya sangat mahal buat aku. Range harganya mulai dari 5,5 juta untuk 20 jam pertemuan sampai 14 juta untuk 80 jam pertemuan.

Ada yang menawarkan kelas murah meriah, 750 ribu untuk 10 kali pertemuan, tapi tidak mengajarkan writing dan speaking. Kelasnya hanya mengajarkan listening, reading, dan beberapa basic grammar. Kalau yang baru banget belajar sebagai perkenalan IELTS, mungkin cocok untuk kelas ini.

Udah tanya sana sini, akhirnya aku memutuskan untuk belajar sendiri aja. Meskipun belajar sendiri, aku tetap punya buku pegangan buat belajar. Buku yang aku pakai itu buku Barron's 4th edition, aku beli di Gramedia dengan harga Rp. 320.000. Emang lumayan mahal sih, tapi buku ini membantu banget. Isi dari buku ini bukan hanya soal latihan, tapi isinya materi tentang bagaimana mengerjakan soal masing-masing bagian dengan baik. Buku ini membantu banget buat aku, terlebih di bagian writing. Buku ini benar-benar mengajarkan bagaimana menjawab soal writing IELTS dengan terstruktur.
Barron's IELTS 4th edition.
Selain buku ini, aku pakai buku Cambridge untuk latihan soal. Menurut aku, soal-soal di buku Barron's ini cenderung lebih mudah jika dibandingkan dengan soal-soal di buku Cambrige. Jadi, jangan berpuas hati kalau merasa bisa mengerjakan soal-soal di buku Barron's.

Oh iya, pada awal September aku sempat mengikuti prediction test IELTS di salah satu lembaga kursus Bahasa Inggris yang juga menyelenggarakan tes IELTS di Solo. Biayanya cukup mahal, Rp.350.000 tapi mencakup semuanya selama 3,5 jam. Meskipun begitu, speakingnya tidak benar-benar simulasi, hanya berbicara menggunakan Bahasa Inggris dengan native speaker di sana sambil konsultasi hasil tes listening, reading, dan writing.

Dari hasil prediction test ini, score aku Listening 6 dan Reading 6 tapi writing tidak disebutkan scorenya. Yang jelas hasilnya hancur banget, antar kalimat tidak nyambung, tidak jelas inti pemikirannya apa, banyak kalimat yang berbelit-belit tapi tidak jelas intinya apa, dan yang paling penting argumen aku untuk topik itu tidak jelas. Prediction test ini juga membantu banget sih, jadi aku bisa tau harus belajar lebih di mana dan apa aja yang harus ditingkatkan.

Namanya juga manusia, pasti selalu merasa gak siap kan buat ujian. Aku tadinya niat untuk tes tanggal 4 November, tapi diundur-undur terus sampai akhirnya pertengahan November aku nekat aja daftar IELTS tanggal 9 Desember di Jogja. Nekat gitu sih biar aku mau gak mau harus belajar dengan giat karena udah bayar Rp. 2.850.000. Gak mungkin kan udah bayar mahal-mahal tapi tetep males? Hahaha.

9 Desember 2017

Sekitar 3-4 hari sebelum tes, aku dapat email konfirmasi dari IDP Jogja tentang waktu ujian dan lokasinya. Ujian dilaksanakan pukul 09.00 dan candidate diharapkan datang setengah jam sampai satu jam sebelumnya karena harus dilakukan registrasi.

08.15
aku sampai di tempat ujian dan ternyata banyak banget yang udah datang sebelum aku.

08.30
pihak IDP memulai untuk registrasi awal, yaitu mencocokkan kartu identitas, fingerprint, dan foto.

08.50
pihak IDP memulai briefing dan membagi candidate ke dua ruangan. Banyak banget hal yang harus diperhatikan di sini, karena aturannya sangat banyak! Jam tangan, handphone, dan seluruh alat elektronik harus disimpan di dalam tas dan tas akan disimpan dalam satu ruangan sendiri. Jadi kita masuk ke dalam ruang ujian HANYA boleh membawa pinsil, rautan pinsil kecil, penghapus, dan kartu identitas. Kalau mau bawa minum, botol minumnya harus transparan dan kalau ada label mereknya, harus dilepas. (iya, seketat itu).

09.10 - 12.15
Ujian untuk listening, reading, dan writing. Oh iya, untuk speaker saat listening, gak perlu khawatir. Speakernya ada di langit-langit dan tersebar di seluruh ruangan, jadi dimanapun duduknya pasti terdengar jelas.

Setelah selesai 3 bagian awal, kita dipersilakan untuk keluar ruangan dan melihat jadwal speaking test. Speaking test dilaksanakan di hari yang sama dengan alokasi waktu satu orang 15 menit mulai dari jam 12.45. Saat itu ada dua examiners untuk speaking test dan aku kebagian jadwal jam 16.00!! Jadwal test terakhir sekitar jam 18.30. Waktu nunggu ini lumayan sih bisa dipakai untuk latihan speaking, hitung-hitung pemanasan.

Sebenernya pengaturan waktu 15 menit per orang ini mepet banget. Gak menghitung waktu istirahat examiner, waktu registrasi ulang untuk masuk ke ruang test, dll. Akhirnya jadwalnya ngaret banget. Aku yang dijadwalkan jam 16.00, baru dipanggil sekitar jam 16.50.

Speaking test itu benar-benar test yang paling aku khawatirkan. Karena aku gak ada partner belajar jadi gak dapet feedback sama sekali. Aku hanya belajar dari menjawab soal di buku dan ngomong-ngomong aja sendiri.

Ternyata, suasana speaking test ini super santai. Gak tegang sama sekali. Bahkan waktu aku masuk, sebelum examinernya memulai rekaman ujian, beliau mengajak berbicara basa-basi gitu tentang gimana caranya ngatasin ngantuk dan ini sangat membantu untuk pemanasan dan membangun suasana.

Untuk materi ujiannya gak akan aku sampaikan di sini ya hehe yang jelas examiner GAK MEMBANTU SAMA SEKALI saat kita kebingungan sama kalimatnya. Beliau hanya melihat dan mencoba untuk mencerna. Jadi kalau aku lupa banget sama satu kata, dan udah euuu... mm... ya pasrah aja hahaha atau bikin kalimat yang menjelaskan kata tersebut. Atau aku tambahin aja 'something like that' tapi aku yakin ini bakal nurunin penilaian sih :p

Di tulisan ini aku gak akan bahas tentang tips and trick ngerjain soal IELTS ya soalnya aku bukan orang yang jago-jago banget bahasa inggris. Jadi gak pantes aja 😂

Setelah nunggu 13 hari (hari libur pun dihitung), akhirnya hasil IELTS aku keluar!
Hasil online bisa dilihat di https://results.ieltsessentials.com/ dengan memasukkan nama, nomor identitas, dan cari tanggal ujiannya.

Untuk orang yang jarang banget menggunakan bahasa inggris di kehidupan sehari-hari, hampir tidak pernah berbicara atau berkomunikasi dengan bahasa inggris, ditambah lagi waktu belajarnya yang mepet, Band 7 overall IELTS udah alhamdulillah. Gak wah banget, tapi cukup buat aku.

YANG PENTING GAK NGULANG BAYAR 2,85 JUTA LAGI

Jadi untuk teman-teman yang senasib dengan aku, tidak mampu (tidak mau) bayar les IELTS yang harganya selangit tapi tetap mau ikutan tes IELTS, BISA KOK! Tinggal rajin belajar dan cari teknik ternyaman untuk menyelesaikan soal IELTS. Apa yang menurut aku nyaman, belum tentu nyaman untuk orang lain.

Goodluck!